Tetap tegarlah, setegar karang
Tetap tegarlah, setegar karang
Walau hati berselimut mendung nan kelam
Walau esok mentari enggan bersinar lagi
Walau asa telah bergelimang hampa
Redam kemelut angkara di dada
Tetap tegarlah, setegar karang
Binarkan mata dan hati, lalu kokohkan niat
Yakini bahwa Sang Pencipta adalah Sang Pelindung
Tuk langkah-langkah kecil yang kita kerjakan
Demi percikan-percikan Ridho-Nya
Tetap tegarlah, setegar karang
Tak perlu menghiba dalam kedukaan
Meski air mata terkuras tuntas ..
Hadapi realita hidup dengan Ikhlas
Karena cahaya terang kebahagiaan
kan pasti datang menyambut ..
(Rudy Budiantoro - Jakarta, 20 Juni 2013)
Ingin kunyanyikan lagi untukmu ..
(Puisi ini kupersembahkan kepada anak-anaku: Arawinda dan Kana Fairuz)
Ambilkan bulan bu, ambilkan bulan bu
Yang selalu bersinar di langit
Ambilkan bulan bu, ambilkan bulan bu
Yang selalu bersinar di langit
Di langit bulan benderang
Cahayanya sampai ke bintang
Ambilkan bulan bu untuk menerangi
Tidurku yang lelap di malam gelap ...
Anak-anakku nun jauh disana
Ingin kunyanyikan lagi lagu ini untukmu
Bagai kala itu, masa kecilmu dulu
Sebelum jarak memisahkan diantara kita
Anak-anakku nun jauh disana
Betapa menggumpal rindu ini selalu
Kenangan-kenangan indah bersamamu
Sungguh tak akan mungkin tergulung sirna
Anak-anakku nun jauh disana
Apakah kalian baik-baik saja sayang?
Maafkan aku bila tak bisa mendampingi
hingga ketika engkau tumbuh remaja
Anak-anakku nun jauh disana
Yang perlu engkau ingat ..
Betapa aku sangat sayang kepadamu
Sampai maut menjemputku nanti ..
(Rudy Budiantoro - Jakarta, 08 Maret 2013)
Yang selalu bersinar di langit
Ambilkan bulan bu, ambilkan bulan bu
Yang selalu bersinar di langit
Di langit bulan benderang
Cahayanya sampai ke bintang
Ambilkan bulan bu untuk menerangi
Tidurku yang lelap di malam gelap ...
Anak-anakku nun jauh disana
Ingin kunyanyikan lagi lagu ini untukmu
Bagai kala itu, masa kecilmu dulu
Sebelum jarak memisahkan diantara kita
Anak-anakku nun jauh disana
Betapa menggumpal rindu ini selalu
Kenangan-kenangan indah bersamamu
Sungguh tak akan mungkin tergulung sirna
Anak-anakku nun jauh disana
Apakah kalian baik-baik saja sayang?
Maafkan aku bila tak bisa mendampingi
hingga ketika engkau tumbuh remaja
Anak-anakku nun jauh disana
Yang perlu engkau ingat ..
Betapa aku sangat sayang kepadamu
Sampai maut menjemputku nanti ..
(Rudy Budiantoro - Jakarta, 08 Maret 2013)
"Terhempas Aku"
Terhempas aku ..
Dihamparan malam tak bertepi
Ditemaram nan hening dan semilir angin
Melanglang jiwa rapuh nyaris tanpa hasrat
Memaksa langkah mengayun ragu
Menapak bebatuan beku menghampar
Menggores kaki-kaki telanjangku hingga luka
Menuju arah tak tahu kemana menuju
Sungguh .. letih ini tak terperi
Namun tak perlu mengharu biru
Biarkan kutuntaskan kepedihan ini ..
(Rudy Budiantoro - Jakarta, 21 Maret 2012)
Kegelisahan Kaum Urban
"Kegelisahan" (Karya: Rudy Budiantoro)
Ditengah kemegahan dan riuhnya ibu kota
Terselip keangkuhan bagi kaum urban
Melihat kegelisahan-kegelisahan insan bangsa
Menoreh harap yang tak kunjung nyata
Hari-hari ditaburi kucuran-kucuran keringat
Menantang matahari, menerabas angin dan hujan
Peduli setan kata orang "hidup harus pandai menabung"
Buat makan anak istri saja nggak cukup buat seminggu
Kunyah saja ocehanmu, simpan saja teorimu .. !!
Tak perlu ajari kami bagaimana hadapi esok
Kami tahu itu bukan hinaan, tapi biarlah kami berbuat sebisanya
Pulang kampung? itu hanya akan menanggung rasa malu
Yang terpenting bagi kami "Hidup harus diperjuangkan"
Sebagaimana para buruh memperjuangkan UMP agar hidup lebih layak
Meski hidup kami masih belum sejahtera, namun tetap jaga martabat
Tak perlu ratapi nasib, bila Sang Khalik belum berkehendak
(Rudy Budiantoro - Jakarta, 08 Maret 2013)